Kontroversi Pernyataan Pater Otto Gusti terkait LGBT, Pater Fritz dan Pater Otto Memberikan Pencerahaan
Surat Pater Fritz Kepada Pater Otto Gusti
Kami di STFK Ledalero semua sedang kecewa. Ini 100 % pendapat pribadi dan tidak atas nama kami semua di seminari tinggi ledalero dan di STFK Ledalero. Saya berpikir waktu kita sekolah di Eropa atau Amerika atau di mana saja:
- Kita tidak studi alround dan menjadi ahli segala sesuatu. Dunia ini sangat luas dan kompleks. Karena itu perlu rendah hati bahwa kita tidak bisa menjadi ahli segala sesuatu.
- Semua ilmu telah dispesifikasi dan semakin ke atas studi kita, kita semakin kuasai dan ahli hanya pada satu bidang saja dan keahlian kita diakui dalam dunia akademik dengan diberi ijasah ilmu pada satu bidang khusus tadi. Di luar itu kita tidak diakui. Jangan memberanikan diri berbicara menjadi ahli di bidang ilmu di mana kita tidak diakui resmi secara akademik.
- Di dalam Gereja Katolik , masalah homosexualitas merupakan salah satu tema teologi moral atau Hukum Gereja. Ia bukan bidang studi Misiologi dan Filsafat apalagi.
- Orang-orang yang studi kedua cabang teologi tadi, Teologi Moral dan Hukum Gereja, yang mempunyai kompetensi dan karena itu mereka mempunyai otoritas akademik untuk berbicara tentang tema ini. Kita yang lain boleh nimbrung tapi mesti tetap harus tahu diri juga. Saya, misalnya, boleh tahu banyak tentang ilmu kesehatan karena autodidak tapi saya tidak punya ijasah ilmu kesehatan dan saya tidak bisa dijadikan referensi resmi.
- Lebih dari itu, kalo saya sedang menjabat sebagai pemimpin, maka semua pernyataan publik seharusnya mesti ekstra hati-hati soal pembedaan kapan saya berpendapat sebagai pribadi dan kapan tidak. Sekian sering terjadi, seorang pemimpin berpendapat pribadi tapi diberitakan publik dengan sebut jabatannya sebagai pemimpin lembaga. Nah kalo media beritakan pendapat pribadi seorang pemimpi dengan sebut-sebut jabatannya seperti yang sudah terjadi ini, maka pendapat pribadinya tadi akan mengatasnamai semua orang di lembaga yg dipimpinnya. Maka kengawurannya ada di sini.
Balasan Pater Otto Gusti, SVD
Klarifikasi dari P. Otto Gustui, SVD
Selamat pagi Pater Fritz. Saya baru baca. Ini inti argumentasi saya. Saya bukan berharap, tapi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada, bisa saja kemungkinan itu ke depan.
Basis argumentasi etis mengapa Gereja Katolik tidak mengakui pernikahan sesama jenis antara lain konsep hukum kodrat (ius naturale).
Ius naturale adalah ungkapan dari hukum Ilahi atau ius divinum. Ergo, bertindak melawan hukum kodrat sama dengan melawan perintah atau hukum Allah yang artinya dosa. Karena itu praktik pernikahan sejenis dianggap dosa.
Akan tetapi, sesungguhnya premis hukum kodrat itu bukan sesuatu yang jatuh dari langit, tapi hasil dari pembuktian ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui bahwa sesuatu itu sesuai dengan prinsip hukum kodrat, para ahli etika juga merujuk pada penemuan ilmu pengetahuan.
Dari penemuan ilmu kedokteran kita tahu bahwa homoseksualitas itu bukan sesuatu yang abnormal tapi bersifat kodrati. Atas alasan itu WHO pada tahun 1990 sudah mencoret homoseksualitas dari penyakit mental. Artinya, LGBT adalah sesuatu yang kodrati dan kalau kodrati, ia merupakan ungkapan dari ius divinum.
Penjelasan Pater Fritz
Saya pikir, bagus sekali kalau kita berdiskusi tentang tema seperti ini juga, juga tentang Homoseksualitas. Paus senantiasa membuka wacana untuk berdialog. Pater Otto Gusti dan Saya belajar di Institut yang sama di Sankt Gabriel Mödling Austria. Saya juga membuat Thesis dalam Filsafat Agama dulu tetang kebebasan Beragama (Human Rights in Islam).
Dalam Alkitab, tindakan seksual sesama jenis dibahas banyak ditulis. Menurut Perjanjian Lama, Tuhan MELARANG orang Israel untuk melakukan berbagai praktek seksual sesama jenis dan memberikan hukuman mati untuk perbuatan tersebut; Kitab Imamat 18:22: “Jangan tidur dengan laki-laki seperti dengan perempuan; itu adalah kekejian ”.
Menurut Wilhelm Korff, seorang Theologe dan Sosiolog dari Munich Jerman, mengatakan, larangan perilaku seksual sesama jenis dalam Pentateukh termasuk dalam sejarah teologis dan budaya "dalam konteks berbagai perintah kemurnian dan pengudusan yang muncul untuk Israel berbeda dengan pemujaan asing Kanaan dari kekudusan Yahweh ( Im 17: 1–26, 46).
Jadi, larangan ini dalam Perjanjian lama didasari oleh dua hal: Kemurniaan Yahweh dan Penyalahgunaan Praktek pada kultus Baal.
Kalau kita menelaa Ritus tempel Baal, kita bisa memahami latarbelakang dan nilai kemanusiaan dari Perintah ini. Dari Prostitusi Tempel, Zoophilie/ Seks dengan binatang sampai Korban manusia (Moloch), dimana anak-anak dikorbankan dan dibunuh untuk menyembah Baal.
Dalam Ritus Prostitusi tempel (Tempelprostitution), bukan hanya wanita dan laki-laki tempel dipersembahkan untuk memuaskan keinginan manusia, bahkan anak-anak dijadikan obyek. Praktek Seks dengan binatang, sesama jenis dan paedofilia menjadi bagian dari ritus baal.
Larangan dalam Kitab Imamat 18,21, sebenarnya bukan hanya tentang homosexual, tetapi sebagai larangan yang mencakup berbagai ritual yang merusak diri manusia sebagai gambaran Allah. Sebagai Lelaki dan Wanita, Allah menciptakan mereka sebagai gambaran dirinya.
Segala Praktek Ritual Baal dilihat sebagai” toebah” dalam bahasa Hibrani (Najis atau kekejian).Tentu kita harus membedakan kodrat dan tendensi. Homoseksual adalah tendensi seksual, bukan kodrat. Kodrat sebagai lelaki dan wanita. Tetapi segala Prilaku dan kecenderungan saya, bukanlah kodrat saya. Itu dibentuk berdasarkan interaksi sosial (Verhaltenspsychologie, Psikologi tentang asal-usul prilaku dan tendensi manusia berdasarkan John Broadus Watson dan B. F. Skinner tentang Behaviorismus ).
Penilaian baik atau buruk terhadap tendensi manusia tentu berbeda dalam setiap agama, budaya, suku dan waktu. Tendensi seksual kepada binatang (Zoophilia), kepada Anak (Pedophilia), kepada Buku (Bibliophilia), dst. Saya teringat akan kita seseorang Amerika Chris Sevier yang mau menikahi Macbook-nya dan meminta Pemerintah dan Parlemen Amerika untuk merestuinya. Hubungan bathin dan seksual dengan Macbook lebih indah menurutnya. Sekali lagi, ini bukan Kodrat, tetapi tendesi seksual manusia.
Kejadian 19: 1-29 menceritakan bagaimana dua pria utusan Tuhan ("malaikat") mengunjungi Lot, keponakan Abraham, dan dia mengundangnya untuk menginap. Kemudian laki-laki penduduk kota Sodom mengepung rumahnya dan mengancam tamunya dengan memperkosa mereka beramai-ramai (ayat 5): “Lot, di manakah dua lelaki yang datang kepadamu malam ini? Keluarkan mereka, kami ingin „pakai“ dan bergaul dengan mereka. ” Lot menyebut rencana ini (homoseksual) sebagai“ kejahatan ”dan mencoba menghalangi orang-orang Sodom dengan tawaran :“ Saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat.Kamu tahu, aku mempunyai dua orang anak perempuan yang belum pernah dijamah laki-laki, baiklah mereka kubawa ke luar kepadamu; perbuatlah kepada mereka seperti yang kamu pandang baik; hanya jangan kamu apa-apakan orang-orang ini, sebab mereka memang datang untuk berlindung di dalam rumahku.”
Orang Sodom dan Gomora mengancam Lot, tetapi Para utusan Tuhan melindungi Lot dan keluarganya. Ini diikuti oleh penghakiman Allah yang menghancurkan Sodom dan kota tetangga Gomora.
Pelacuran Suci (Prostitusi Tempel), baik yang homoseksual, maupun heteroseksual dengan anak atau beramai-ramail dalam kultus Baal tampaknya sama sekali tidak sesuai dengan kultus Yahweh (1 Raja-raja 15,12 ; 2 Raja-raja 23,7 ): „Allah menghancurkan segala bentuk Prostitusi tempel ini.“
Dalam Perjanjian Baru, Yesus mengutuk dalam Injl Markus 7.21. Katalog kejahatan dalam ayat ini disebut sebagai „porneia ("percabulan"). Saat itu istilah „Porneia” tersebut merujuk pada segala bentuk hubungan seksual di luar Pernikahan Monogami heteroseksual antara seorang lelaki dan seorang Wanita.
Rasul Paulus membahas topik homoseksualitas dalam surat-suratnya. Dia sangat mengutuk prilaku seksual sesama jenis. Dalam Surat kepada Umat di Roma, dia menulis: „Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.“ (Roma 1,27)
Atau dalam suratnya kepada umat di Korintus: „ Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.“ (1Kor 6,9-11)
Gereja Katolik Roma bersikeras bahwa “setiap orang memiliki identitas dasar yang sama sebagai makhluk dan oleh kasih karunia anak Allah, pewaris hidup yang kekal” dan karena itu menolak untuk mengklasifikasikan setiap orang sebagai eksklusif “heteroseksual” atau “homoseksual”.
Ini dengan jelas membedakan antara „kecenderungan (tendensi)“ homoseksual dan „perilaku“ homoseksual. Menurut Kongregasi Roma untuk Doktrin Iman, tendensi atau kecenderungan homoseksual secara obyektif sebagai „kecenderungen yang tidak teratur/abnormal“ dan „tidak sesuai dengan pengertian kreatif seksualitas“, tetapi dengan demikian belum berdosa, sementara secara sadar dan tindakan homoseksual yang dilakukan secara bebas dipandang sebagai dosa serius. Pada prinsipnya, semua orang Kristen dipanggil untuk menjalani hidup yang suci; Orang homoseksual juga diharuskan untuk benar-benar menjauhkan diri dari seksualitas sesama jenis.
Namun di dalam Gereja, sikap ini tidak didukung oleh mayoritas awam di semua negara; Ada perbedaan pandangan yang cukup besar antara katholik sendiri di perbagai belahan dunia. Penerimaan homoseksualitas di Brasil dan Filipina lebih dari 70%, hampir setinggi di negara Barat.
Sebuah survei dari Januari 2001, yang dilakukan oleh Universitas Utrecht atas nama majalah Gay Krant, menemukan bahwa dari 339 imam Katolik yang disurvei di Belanda, 56% akan memberkati Pasangan sesama jenis di gereja mereka dan 83% akan melakukannya secara pribadi.
Tentu, harus kita akui, seperti saya juga di Austria, saya memberkati cinta mereka (Love Blessing-Segnung der Liebenden), mengingat Tuhan adalah Mahacinta. Catatan, Saya tidak meneguhkan mereka sebagai suami dan Istri.
Di Amerika Serikat, sebuah jajak pendapat menemukan bahwa hanya sebagian kecil dari 55% umat Katolik yang menentang pernikahan sesama jenis. Beberapa teolog Katolik menunjukkan sikap yang berbeda; Arus lain diakui berpegang teguh pada penolakan tradisional dengan Magisterium resmi Gereja.
Sebuah survei oleh Vatikan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 60 persen dari mereka yang ditanyai ingin agar pasangan sesama jenis diakui dan diberkati. Namun, dari 60% ini juga ada Polarisasi antara berkat dan Sakrament. Berkat Cinta Ok, tetapi bukan Sakrament.
Sinode Keluarga 2014 di Roma membahas, antara lain, pengakuan etis dan teologis dari pasangan homoseksual. Hasil diskusi ini tidak akan diumumkan sampai sinode kedua pada musim gugur 2015. Salah satu tuntutan yang paling sering (dari pihak Sinode Para Uskup tahun 2014) adalah perubahan bahasa. Formulasi seperti "hidup dalam dosa", "tidak teratur secara obyektif" dalam kaitannya dengan homoseksualitas atau "mentalitas kontrasepsi" harus dihindari. Juga ditekankan bahwa Pasangan homoseksual pada prinsipnya tidak boleh dikutuk. Jika pasangan sesama jenis dijalani dengan setia selama beberapa dekade, orang tidak bisa berkata, "Itu bukan apa-apa". Mereka mungkin betul-betul mencintai.
Saya berpikir, Gereja tidak akan merestui Pernikahan Sesama Jenis sebagai sakramen, karena kita selalu kembali ke Kitab Suci. Tetapi kita senantiasa diajarkan untuk mencintai sesama kita, terlepas dari dosanya. Tidak ada manusia yang sempurna. Saya sebagai Romo juga sering berbuat Dosa.
Pada Juni 2016, Paus Fransiskus meminta gerejanya untuk meminta maaf atas marginalisasi dan diskriminasi terhadap kaum homoseksual.
Dengan adanya Klarifikasi dari P. OTTO tentang pernyataannya, maka saya kira TIDAK perlu lagi ada tanggapan, karena pemberitaan tidak seperti yang diungkapan oleh P. OTTO. Salam dan Terimakasih*
* Bengkel Nurani, 28 Mei 2021
Comments