Berbagai macam produk olahan indonesia seperti roti, cake biskuit dan berbagai produk lokal yang menjadi ciri khas suatu daerah. Bahan dasar membuat produk olahan selama ini adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan bahan setengah jadi berasal dari gandum, yang mana gandum merupakan barang impor dari luar negeri. Keunggulang dari tepung lain adalah mengandung gluten sehingga daya pengembangan untuk produk makanan sangat tinggi. Selain itu tepung terigu memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingan dengan tepung yang lain. Menurut BPS (2018) selama ini impor gandum mencapai 4,59 juta ton dengan nilai mencapai 1,13 juta dolar amerika. Ketergantungan pangan luar dari luar negeri dapat meningkat pengeluaran devisa negara dan industri makanan mengalami ketergantungan terhadap tepung terigu. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengurangi ketergantungan dengan mengalihkan tepung non terigu, salah satunya adalah menggunakan tepung modifikasi dari singkong yang disebut tepung mocaf (Faturahman, 2012).
Tepung mocaf merupakan tepung modifikasi secara biokimia dengan menambahkan enzim atau mikroba penghasil enzim (Herawati, 2010). Bakteri asam laktat merupakan salah satu mikroba yang sering digunakan dalam proses modifikasi tepung mocaf. Bakteri asam laktat menghasilkan enzim pektionolik dan sellulotik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi librasi granula pati, dan minghirolisasi pati menjadi asam-asam organik (Subagio, et al 2008). Proses modifikasi ini membuat sifat fisikokimia dan amilografi dan sifat organoleptik dimana tepung mudah larut dalam air, lebih mudah mengembang ketika dipanaskan, tidak beraroma khas ubi kayu dan tekstur produknya lebih lunak dari dibandingan dengan menggunakan tepung yang lain. Proposi tepung mocaf sebagai bahan substitusi terigu bervariasi antara 30-40 persen pada roti, pastry dan mie, dan 50-100 persen pada kue basah seperti cake, kue kering dan produk gorengan lainya. Selain itu modifikasi ini dapat meningkatkan nilai gizi, yaitu kandungan protein semakin tinggi semakin lama fermentasi (Tandrianto dkk, 2014).
○Dikson Doja
Comments